Sunday 17 April 2011

jasa konsultant statistika

SURABAYA – Ilmu statistika merupakan momok bagi sebagian mahasiswa hingga saat ini. Selain karena banyaknya rumus yang digunakan, memahami ilmu ini memang perlu ketekunan dan ketelitian lebih. Halangan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok mahasiswa Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Mereka membentuk sebuah komunitas bernama Profesional Statistik atau PSt untuk membantu melakukan survey, data entry, hingga analisis data.1_113930201l

UNAIR dan UNIBRAW adalah dua perguruan tinggi yang paling sering menggunakan jasa mereka. Namun hal ini tidak berarti bahwa klien PSt terbatas hanya mahasiswa akhir semester saja, tetapi juga perusahaan-perusahaan besar. Beberapa perusahaan bahkan sudah menjadi’pelanggan’ PSt. Hard Rock FM, JTV, Sosro, Badan Narkotika Nasional, Honda, hingga Djarum selalu mempercayakan urusan penelitian dan pengembangan perusahaan mereka pada komunitas ini.

Berbeda pada komunitas pada umumnya, PSt melakukan rekrutmen terbatas pada mahasiswa Jurusan Statistika ITS saja. Namun bukan berarti semua mahasiswa di jurusan tersebut bisa menjadi anggota komunitas ini. Untuk bisa bergabung, harus mengikuti serangkaian tes untuk menguji kesungguhan melakukan survey dan pengetahuan mengenai statistika. Hal ini dikarenakan mereka tidak sekedar melaksanakan hobi namun juga menjaga profesionalisme dan kepercayaan klien yang mereka bantu.

PSt berawal dari sekelompok mahasiswa Jurusan Statistika ITS tahun 1990 yang study oriented. Anggotanya terdiri atas mahasiswa dengan IPK di atas 3,0 dengan kegiatan yang terkonsentrasi pada penelitian skala nasional. Di awal berdirinya, komunitas ini dinamakan Pro-Stat. Setelah empat tahun berjalan barulah komunitas ini diberi nama PSt dan mulai banjir proyek dari pihak luar.

“Dalam perjalanannya, PSt kemudian dijadikan sumber dana bagi Himasta (Himpunan Mahasiswa Statistika, red) dan diberi otoritas mandiri,” kenang Unung Istopo SSi, direktur pertama PSt yang kini menjadi business process analyst di Enciety.

Meski sempat vakum selama beberapa tahun, komunitas ini hidup kembali di awal pertengahan tahun 2002. Namun situasi ini hanya bertahan satu tahun. Setelah itu PSt bangkit kembali dan masih berorientasi pada akademik. Tahun 2005 format PSt mulai dirombak, tidak lagi terfokus pada teori Statistika, tapi juga praktek. Dipimpin oleh Prasetyo sebagai direktur, PSt dibentuk menyerupai miniatur perusahaan lengkap dengan direktur dan empat managernya. Departemen yang dimanageri komunitas ini adalah Human Resources Department (HRD), Operational Department, Public Relation & Marketing Department, dan Departemen Konsultasi & Pengolahan Data. Dengan perombakan tersebut, PSt mulai membuka jasa survey, data entry, dan analysis data dengan mematok tarif tertentu.

Hingga kini PSt menjadi komunitas kebanggaan Jurusan Statistika. Berbagai macam tugas lapangan sudah menjadi sarapan hal biasa bagi anggotanya. ‘Zona kerja’ mereka tidak hanya melingkupi wilayah Surabaya. Sebagian besar wilayah Indonesia Timur pernah mereka jelajahi. Jakarta dan Kalimantan pun tak luput dari jangkauan mereka.

“Kalau survey itu enaknya bisa jalan-jalan ke luar kota, tapi dibayari perusahaan. Selain itu juga memperluas pergaulan dan link yang nantinya bermanfaat untuk di dunia kerja,” kenang Faridah Yuliani, Manager Konsultasi dan Analisis Data.

“Selain itu (survey) memperdalam ilmu statistika kita, seperti Teknik Sampling. Karena ketika survey kita tidak tahu konsep Sampling Acak atau Stratifikasi, maka data yang kita dapat kurang mewakili populasi. Kalau sudah begini, biasanya klien tidak mau (menerima hasil survey),” lanjut Faridah yang sudah dua tahun bergabung dengan PSt ini.

Honor yang diterima anggota PSt memang cukup menggiurkan untuk ukuran mahasiswa. Satu kuesioner saja mereka bisa menerima lima belas ribu hingga seratus ribu rupiah. Tak heran bila banyak mahasiswa yang tertarik bergabung di komunitas ini.

Namun dengan besarnya honor tentu terdapat tingkat kesulitan tersendiri. Zainudin, misalnya, mahasiswa Jurusan Statistika angkatan tahun 2008 ini mengaku seringkali mendapat kesulitan untuk survey model FGD, Forum Group Discussion.

“Bayarannya sangat besar, tapi nyari responden yang mau bergabung dengan acara yang diselenggarakan perusahaan klien itu sulit,” ungkap Zai.

Berbeda lagi dengan Yatimul Masfufah. Mahasiswa asal Lumajang ini mengaku kesulitan memperoleh jawaban responden yang sulit mendeskripsikan jawabannya.

“Misalnya, ketika ditanya apa beda rasa rokok A dan rokok B, mereka menjawab, ‘Yo wes ngono, Mbak. Bedo lah pokoke’. Jawaban yang sulit diprobing ini menjadikan kita tidak bisa mendeskripsikan rasa rokok seperti apa yang disukai responden,” jelas Yatimul.

Tahun ini, anggota PSt mencapai 73 orang. Namun ketika mengerjakan suatu proyek survey biasanya mereka membentuk kelompok kecil. Seperti saat ditemui Radar, mereka tengah mengerjakan data entry dari JICA Study Team. Komunitas ini tidak memiliki tempat tertentu sebagai markas. Biasanya mereka berkumpul di Taman Sigma Jurusan Statistika atau halaman Pasca Sarjana Matematika. Saat dikejar deadline survey, mereka bisa berkumpul di cafe bahkan serambi masjid.

Untuk memanfaatkan jasa komunitas ini bukanlah hal yang sulit. Cukup menghubungi sang direktur, Joni Irawan, maka tak lama klien akan menerima konfirmasi. Alur pembagian tugasnya pun tidak terlalu rumit. Setelah direktur dihubungi oleh klien dan melakukan negosiasi, selanjutnya masing-masing manager akan dihubungi untuk mengetahui anggota komunitas yang sedang menganggur. Untuk proyek luar kota biasanya diutamakan anggota yang berasal dari kota tersebut. Setelah itu anggota komunitas yang siap ‘bertualang’ menghubungi klien untuk briefing dan kemudian menjalankan hobi mereka, survey.

Sekilas, komunitas ini memang tampak seperti minatur perusahaan. Namun mereka bergabung tidak semata karena honor yang diterima tetapi juga karena kesamaan hobi yaitu survey. Tak heran bila Joni selalu disibukkan dengan telepon permintaan bantuan survey melalui ponselnya. (taw)

Sumber: Blog Pribadi Tika We

No comments:

Post a Comment